berkreasi penuh inspirasi

kita harus semangat dalam beraktifitas

Selasa, 21 Mei 2019

Sandiwara Radio


Sangat fenomenal Sandiwara Radio, terasa hampa bila terlewat tidak mendengarkan. Seakan menjadi ritual wajib yang dinanti kehadirannya dengan episode terbaru. Walau hujan turun lebat bergeming radiopun diputar kencang berselingan gemuruh geluduk.


Gasebo beratap sasak daun tebu tertiup sang bayu. Pelataran luas bertaman asri nampak sepi penghuni. Dari kejuhan samar terlihat ada yang sedang menyiram dan menyapu halaman. Inilah rumah Anton kawan kami di sekolah.

Terlihat sosok tinggi berbadan kurus menuju samping rak penjemur pakaian. Membawa timba penuh menumpuk, terasa berat mengangkat memindahkan. Peluh membasahi dahi hingga menetes deras.

Sudah lama ingin kemari, berdua menuju ke rumah berpagar besi. Terlihat kokoh gapura dengan batu bata merah. Bersepeda mini menuju kesana penuh ati-hati. Pintu gerbang di ketok berbunyi nyaring.

Tak lama berselang sang kakek menghampiri. Membukakan pintu pagar tergembok rantai. Begitu pintu terbuka, dipersilahkan kita untuk masuk sambil merangkul kami berdua.

Beriringan kita melangkah menyusuri jalan setapak, bebatuan kecil tertata rapi menghiasi pijakan ini. Tiba di teras di persilahkan duduk sambil menunggu Anton dipanggilkan.

Lima belas menit kemudian, yang dinanti telah datang dengan baju dan celana yang basah. Tawa dan canda tercurahkan pelepas rindu. Mengeratkan duduk di kursi bertiga.

Toples kue bolu telah terbuka bersama minuman segar tertuang di gelas. Tak kuasa segera dipersilahkan mencicipi yang tersaji di atas meja panjang.

Dari balik pintu kamar, kakek keluar menuju teras sambil membawa radio transistor. Di bawa dengan mendekap dan menggenggam erat. Terasa istimewa membawanya, seakan membopong dengan seksama.

Begitu sampai di teras depan, sang kakek ikut nimbrung bersama sambil duduk teramat nyaman. Dari kantong celana panjang berwarna hitam dikeluarkanlah batrei besar dua buah. Dibukalah tutup belakang radio dengan mengganti batrei baru.

Tanpa banyak kata, kakek mulai menutar knop untuk membunyikan radio. Dengan lirih memutar knop tuning pencari gelombang. Terdengarlah alunan lagu musik tanpa syair. Lembut sekali instrumentalia terdengar. Beberapa detik kemudian terdengar lonceng pergantian siar penunjuk waktu.

Dalam hati semakin penasaran, bagus sekali radio ini, apakah ini yang diceritakan Anton selama ini. Belum selesai bertanya, sang kakek mengeraskan suara hingga semakin jelas dan keras.

Berempat saling memandang sembari mendengarkan radio. Selang beberapa saat siaran berubah menjadi iklan yang seru. Nah saat itu Anton langsung berucap "mari di minum dan dimakan kue bolunya sampai habis".

Terdengar suara bersahutan seperti percakapan dengan disertai suara musik pengiring. Bagus sekali terdengar sangat merdu, bikin kita makin cinta mendengar radio.

Begitu iklan muncul, sang kakek bilang "inilah yang dinamakan sandiwara radio, yang diputar berseri dan di putar setiap hari". Tampak antusias mendengar sang kakek bercerta, sambil mangut-mangut kami memahaminya.

Kisah seru terlontar perihal sandiwara,
begitu terkesima disebut tokoh dan karakternya. Sembari duduk sang kakek bercerita mengenai cinta pada sandiwara radio yang telah menemani dalam aktifitas.

Terpana dengan kisah kakek yang telah setia mendengarkan sandiwara radio. Penuh perjuangan untuk bisa menikmati, teramat cinta hingga rela kelar di siarankan.

Beragam sandiwara radio telah terpatri di hati sang kakek diantaranya Saur Sepuh, Misteri Gunung Merapi, Tutur Tinular, Brama Kumbara dan Ibuku Sayang Ibuku Malang, Butir-butir Pasir di Laut.

Sandiwara Radio semakin memanjakan pendengar untuk menumbuhkan daya imajinasi, menggemaskan dan bikin penasaran tiap episodenya.

Telintas nyata berbagai aksi di munculkan, seakan kita ikut serta dalam kisahnya. Mendengarpun terasa dek-dekan sampai melelehkan air mata.

Akankah sandiwara kembali berjaya hingga semakin di cinta dan dinanti kehadirannya. Semoga kita semakin bijak dalam memilih program siar yang mendatangkan manfaat dan kesejukan di hati pendengar.

Tidak ada komentar: