Pesisir
utara teramat elok untuk dikenang, kian menawan dengan nyiur melambai.
Bersyukur kita memilikinya, jangan sia-siakan untuk kesenangan.
Melangkah
dengan penuh harapan, untuk menggapai sebuah keinginan.
Semakin
kuat tak akan terpatahkan, goncangan kuat tak kan melelahkan.
Indah
pada masanya, layu pada akhirnya.
Begitu
juga perjalanan kita, tak akan selamanya berada. Memandang dari kejauhan di
atas bukit, terlihat gemerlap mempesona tiada terkira.
Melambai
kekanan kekiri tersapu angin, laju terseok-seok sangat kencang.
Hamparan
pohon kelapa berjajar berhimpitan, menghalau terjangan ombak.
Akar
menembus pasir laut terdalam, mencengkeram hingga batas dasar. Pohon berdiri
tegak, menyelamatkan dari deburan ombak.
Batang
keras pohon kelapa tergolek, terbelah dengan sebuah parang. Mengisyaratkan kita
untuk kewaspadaan, yang kita punya hanya titipan belaka.
Daun
kelapa telah jatuh mengering, hancur lebur tinggal tulang lidinya. Menjaga
untuk bersatu, termanfaatkan menjadi segepok sapu.
Buah
kelapa bergerombol di atas awan, begitu berat menopang tiada hasil. Bekerja
keras semakin tiada banding, untuk kesuksesan yang makin adil.
Daun
muda pohon kelapa nampak ranum, seketika memberikan keharuman. Berbudi luhur
untuk kemakmuran, semakin tua tak semanis janur.
Menganyam
menyulitkan untuk bertemu, kesabaran menemukan persaudaraan. Membuat ketupat
untuk bersatu, mengakui kesalahan tak harus malu.
Ketupat
berbahan segenggam beras, memberikan tanpa membekas. Perkuat masyarakat
bertradisi luas, kita angkat untuk lebih berkualitas.
Bersyukur
menemukan beragam yang khas, leluhur memuliakan untuk kita kembangkan. Filosofi
sebuah ketupat, menjembatani keberagaman untuk persatuan.
Moment
Dua Puluh Mei sebagai Hari Kebangkitan Nasional, mari kita perkuat persatuan
dan kesatuan. Gelorakan Bhinneka Tunggal Ika dalam bingkai keberadapan
Indonesia tercinta. Bangkit untuk Bersatu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar