Siapa yang sudah berkunjung ke air terjun Sedudo? Siapa yang tidak mengenal
Air terjun Sedudo? Berada di kota Nganjuk Jawa Timur, dengan beragam kisah dan
mitos-mitos yang berkembang di masyarakat sangat menarik untuk kita ketahui.
Gemerik air terdengar sangat lirih dari puncak bukit, suara burung
bersahutan, berterbangan hinggap di ranting pohon. Semak-semak tumbuh sangat
lebat menutupi batu besar sebelah pohon jati yang meranggas. Alang-alang tumbuh
lebat dengan batang melengkung menyangga daun yang mengering.
Hutan pinus dengan pohon lurus menambah keasrian hutan, penciuman terasa
nyaman bau yang khas pinus. Enggan beranjak meninggalkan hutan pinus yang asri,
membuat kita berlama-lama menikmati kesejukan. Kawasan hutan yang berada di
selatan kota sangat indah, dengan panorama bukit yang berkelok-kelok.
Terlihat dua orang remaja sedang mengais rumput dibalik semak-semak. Dengan
menggunakan kaos dan bertopi warna biru tua, tampak memilah rumput yang
memanjang. Menarik rumput secara perlahan supaya tidak putus, selalu dilakuakan
pemuda ini. Sedangkan pemuda satunya membabat rumput dengan menggunakan sabit
yang melengkung.
Dua lembu berwarna putih dengan seutas tali di leher, dengan lahap makan
rumput yang mulai menguning kering. Sungu (tanduk) lembur berdiri kokoh di atas
kepala lembu yang besar, menandakan usia dewasa yang matang. Lembu satunya
berperawakan kecil dan tidak bersunggu, kelihatan seperti anak lembu.
Sebilah sabit yang melengkung dengan gagang kayu terselip di pinggang. Sangat
tajam terlihat kilatan pada tepi sabit yang mengkilat terkena cahaya. Dengan
sabit mengkilap seorang pemuda sangat cekatan membabat rumput hingga habis.
Dengan perlahan mengumpulkan hasil merumput, supaya tidak tercecer
kemana-mana. Ada empat undukan rumput yang telah diperoleh, yang siap untuk
dimasukan dalam keranjang. Dengan seutas tali yang telah dipersiapkan, sebagai
pengikat rumput dalam keranjang. Hati-hati sekali mengikatnya dengan harapan supaya
rumput tidak terjatuh bertebaran.
Perlu persiapan rumput yang cukup sebagai persediaan makan ternak di rumah,
terlebih sangat sulit mencari rumput segar di musim kemarau. Cuaca terik siang
ini sangat menguras tenaga mereka berdua dalam mencari rumput. Sebotol air
minum yang telah dipersiapkan di gantung di pohon pinus dekat batu besar. Botol
minum seakan memanggil tuannya untuk segera diminum sebagai penawar dahaga.
Berjalan dengan sempoyongan sembari menghela nafas panjang menuju tempat
minum. Sembari mengusap dahi dengan kaos yang mereka pergunakan. Setelah
mengambil air minum, tak terasa habis sebotol hingga tak tersisa. Pemuda yang
bernama Seto dan Koko merasa kurang puas dengan persedian air yang di bawa dari
rumah. Terasa haus tak terkira hingga ingin menambah minum lagi, namun air yang
dibawa telah habis.
Haus yang begitu kuat membuat mereka berdua merebahkan diri dibawah pohon
pinus. “Aku masih haus sekali Seto! Kata Koko sambil meraba botol minuman.
“Saya juga sangat kehausan Koko, siang ini sangat panas sekali, lihatlah
keringatku menetes dari dahiku” bilang Seto.
Dalam perbincangan mereka sangat akrap sambil berkipas dengan topi bambu
(capil bahasa Jawa). “Ayah pernah bilang bahwa di bawah ada air terjun merambat
Koko, kata ibu bernama air merambat Roro Kuning, apakah kamu sudah pernah
kesana? Kata Seto dengan menunjuk lokasi di bawah pohon pinus. “Belum Seto,
apakah kita bisa kesana untuk mengambil air minum, haus sekali aku siang ini!
kata Koko dengan penuh semangat.
Akhirnya keduanya berangkat menyusuri tebing hingga sampai pada sungai yang
mengalir deras. “Seto apakah ini yang dinamakan Air Terjun Merambat Roro
Kuning? Kata Koko sambil menepuk bahu sebelah kanan. “Saya belum yakin karena
belum ketemu air terjun merambat! Kata koko. “Mari kita telusuri sungai ini
dulu ini ya? Biar kita tahu hulu dari sungai ini” Kata Seto dengan melanjutkan
perjalanan menuju hulu sungai.
Setelah berjalan sekitar tiga puluh menit mereka berteriak sangat kencang,
“itu ada air terjun yang melewati tebing sebelah kanan kita! Kata mereka berdua
dengan penuh semangat. Saking semangatnya mereka berdua tergelicir hingga
terjatuh di sungai, walau air nya tidak deras tapi baju mereka basah semua
hingga mereka terlibat cek cok, saling menyalahkan.
Belum sempat mengambil air minum mereka seakan tidak rela hingga jatuh di
sungai, akhirnya mereka saling berkejaran hingga sampai rumah. Begitu di depan
rumah mereka menangis dengan keras. Seto dan Koko bergulung-gulung sambil
menangis sekencang-kencangnya, mengambil benda yang ada didekatnya. Saat itu
ada sebuah sandal japit berwarna hijau di dekat Koko. Seketika sandal japit
dilemparkan kearah Seto, plaaakk... dan tepat mengenai punggungnya. Semakin menjadi
tangisan Seto sambil membalas dengan melempar sandal ke Koko, dengan sigap Koko
menampiknya hingga mengenai tangannya saja, pluuukk..
Merasa kaget ada suara tangisan seorang ibu yang lagi mencuci di sumur belakang
rumah, berlari kencang mencari tahu suara tangisan. Ternyata yang menangis
tersebut adalah anaknya Seto dan Koko. Sambil berlari menyebut nama
Setooooo.... Kokooooo kenapa kalian ini? Tidak malu sama sekali kalian ini.
Lihat para tetangga pada keluar semua. Ayo segera masuk rumah! Malu-maluin saja
kalian ini, sudah besar masih saja menangis.
“Kenapa baju dan celana kamu basah kuyup? Ibu mereka bertanya dengan keras.
Sambil menangis mereka bilang “aku di dorong Seto hingga terjatuh di sungai
ibu” kata Koko dengan menunjuk pada Koko. “Aku malah di dorong dulu ibu, hingga
aku terjatuh ke dalam sungai, lihat baju dan celanaku sobek dan basah ibu! Kata
Seto.
”Sudah-sudah jangan ribut, segera mandi sudah sore waktunya mengaji!, mana
rumput yang kalian dapat? Tanya ibu dengan nada lirih, meneteskan air mata.
Dengan sesenggukan mereka bilang, “rumputnya ketinggalan ibu masih di bawah
pohon pinus, baiklah akan kami ambil sekarang ya ibu? Kata Seto. “Tidak usah! Sana cepat mandi
waktunya mengaji, biar ibu yang mengambil rumputnya, kalian belajar mengaji
biar pinter! Kata ibu dengan ramah.
“Tidak ibu biar kami berdua yang mengambil, ibu istirahat di rumah,
menyiapkan makanan nanti sore” kata Seto. “Tidak mau, Koko tidak mau lagi
mencari rumput dan tidak mau belajar, biar Koko di rumah saja” kata Koko dengan
keras sambil memukul tangan Seto. Mendengar kata Koko yang keras, sang ibu
membelai rambut Koko dengan lembut. “Jangan begitu nak, kalian ini anak ibu
yang kita banggakan, bicara yang halus kepada ibu ya nak” kata ibu dengan memelas.
“Sabar anak-anakku yang pinter, kita semua harus belajar dan hidup rukun
sesama saudara” kata ibu sambil mengelus ramput duanya. “Ayo salaman, berjabat
tangan Seto sama Koko, ibu senang melihat kalian rukun dan saling membantu.” Kata
ibu penuh harap.
Rupanya Koko tidak mau mengalah dan senantiasa marah-marah hingga tidak mau
makan malam. Ibunya semakin bingung dengan ulah keduanya yang saling
bermusuhan. Tidur juga tidak mau bersama Seto, namun tidur di kursi ruang tamu.
Semalaman ibu tidak bisa terpejam memikirkan Koko yang tidak mau tidur di
kamar. Akhirnya ibu malah tidur di tikar di samping kursi, tempat Koko tidur.
Sudah hampir tengah malam Koko juga tidak tertidur, hanya menggaruk-nggaruk
kaki dan tangannya. Banyak nyamuk malam ini, ibunya mengalah dengan
mengambilkan selimut untuk menutupi tubuh Koko biar tidak digigit nyamuk. Namun
Koko malah berteriak, “jangan selimuti aku ibu, aku tidak kedinginan” kata Koko
dengan keras.
Rasa kantuk sang ibu, akhirnya terlalap dengan tidur di tikar, Koko berbaring tanpa selimut di atas kursi
panjang. Begitu pagi menjelang, suara ayam berkokok membangunkan sang ibu.
Sambil mengusap mata, sang ibu melihat Koko masih belum tertidur juga. “Ayo nak
tidur, semalam kamu tidak tidur sama sekali, besok masuk sekolah pagi-pagi nak.”
Kata ibu kepada Koko.
Tampaknya rasa kantuk Koko tidak bisa tertahan lagi, ibunya mengusap-usap
kening Koko sambil bercerita mengenai air terjun yang indah yang terletak di
lereng gunung Wilis. Begitu Koko terlelap sang ibu, menyelimuti dengan selimut
tebal, biar hangat tubuhnya.
Keesokan harinya, Koko tidak mau berangkat kesekolah, begitu juga Seto yang
bermalan-malasan bangun tidur hingga siang hari. Begitu bangun tidur sekitar
jam sembilan pagi, mereka di panggil ibu. “Setoooo... Koko... segera kemari,
sarapan bersama ayo... temani ibu. Sudah beberapa kali pemanggilan, keduanya
tidak juga segera datang menemui ibu untuk sarapan.
Akhirnya ibu mendatangi Seto di kamar sambil bilang “ayo nak segera
sarapan, ibu sudah menyiapkan menu kesukaan kamu!” “Tidak ibu! Saya masih kenyang,
saya mau tidur saja” “Biar Koko saja yang makan ibu, aku gak suka bersama Koko
yang nakal” kata Seto sambil menutup wajah dengan bantal.
Ibu semakin tidak sabar akan ulah keduanya, pada siang hari Seto dan Koko
diajak mandi di belakang. Namun mereka tidak mau mandi, ibunya semakin jengkel,
hingga terucap, “baiklah anak-anakku Seto dan Koko, ibu sudah tidak kuat
menghadapi kalian, mulai hari kalian akan ibu antarkan ke rumah kakek”. “Kalian
akan belajar disana sampai ada perubahan hingga ibu merasa nyaman seperti
biasanya”. “Koko, kamu akan ibu titipakan pada kakek Singokromo, dan kamu Seto
akan ibu titipkan di rumah kakek Sedudo, supaya kalian belajar dengan dengan
tekun disana.
“Bagaimana kalau kita berangkat besok pagi setelah sarapan?” bilang ibu
dengan meneteskan air mata! “Tidak ibu! Koko pingin diantar sekarang” kata Koko
sambil memukul bahu Seto. “Saya juga ibu! mau diantar sekarang ke rumah kakek
Sedudo, biar saya sambil membantu kakek di sawah” kata Seto dengan lembut
kepada ibunya.
“Baiklah akan ibu turuti kemaukan kalian semua untuk mengantar ke rumah
kakek, lihatlah nak cuaca sudah hampir gelap! Apakah kalian berdua tetap mau
diantar berangkat sekarang? Tanya ibu kepada mereka berdua. Seto dan Koko tidak
segera menjawab, namun mereka saling melirik. “Tidak ibu besok pagi saja
sekarang makan dulu, sudah lapar sekali, habis itu kita tidur bersama ya” kata
Koko dan Seto secara serentak. Membuat ibu semakin hari meneteskan air mata
sambil memeluk erat buah hati yang menemani keseharian di rumah.
Cerita ini direkayasa dari cerita
Sedudo, legenda asal usul air terjun Sedudo. Mengolah kembali cerita dari dongeng yang untuk imajinasi berkarakter.
#OdopBatch7 #OneDayOnePosting
14 komentar:
Semangat Pak Endri 😆👍
Amin Terimakasih ibu Nio
#semangat
Singokromo dan Sedudo itu bersaudara ya, Pak?
semoga selalu semangat menulis pak eko untuk menginspirasi aamiin
Sampun tindak mriko kan ibu Restanti, sae sanget meniko
#semangat
Amin Terimakasih ibu Rizki, berkat suport Panjenengan bisa mengikuti hingga kini
#semangat
Semangat pak eko
Saya belum pernah kesana pak, jadipengen kesana ��
Keren tulisannya pak eko dan selalu menginspirasi saya untuk semangat dalam menulis 😍🤗
masuk pak eko...������
Mantap banget nih Pa Eko, deskriptif sekali gaya berceritanya!
Ayo kakak bertandang kemari, bersama ke air terjun yuk
Amin Terimakasih kakak, ini untuk anak didik kita, biar semakin peduli lingkungan baik, keluarga, sekolah dan masyarakat kakak
Tetap konsisten Pak Eko:))
Posting Komentar