Menyusuri kota
tercinta tanah kelahiran, membangkitkan kenangan indah di pelupuk mata. Terasa
damai membuat kesejukan hati, semakin nyaman dengan keteguhan diri. Memandang
lurus ke depan membangkitkan gejolak, mengingat masa kecil penuh kedamaian. Seberkas
cahaya menerobos embun di pagi hari, memberikan kehangatan seketika.
Pohon besar
menghiasi jalan menambah suasana sejuk pagi. Burung berkicau menyambut hari
mengisi pagi dengan riang. Gemercing air memberikan kedamaian hingga sanubari.
Bunga bermekaran memberikan aroma harum tiada terkira.
Pohon asam sangat
besar tumbuh di samping perempatan desa. Memandangnya dengan penuh ketakjuban,
mengingatkan sebuah bonsai yang indah dengan pohon yang kekar berdaun rindang. Melihatnya
tidak menyurutkan hati untuk berkedip, tidak
menjemukan pandangan mata.
Pohon kekar nan
besar membuat sejuk sepanjang jalan. Berjajar sangat rapi menandakan sebuah
ornamen bermelodi. Berdaun bulat telur dengan biji yang panjang kecoklatan,
memberikan kenikmatan untuk memilikinya. Tampak mengkilap terselip di ranting
pohon, menambah keinginan memetik biji asam yang matang.
Daun yang hijau
tersapu angin, melambai-lambai mengiringi langkah tiupan angin. Semakin terlihat
kokoh, batang dan ranting berdiri tanpa tergoyahkan. Menandakan sebuah pijakan kuat
tertanam dalam akar bawah tanah. Semakin bergeliat menembus bawah hingga
bermuara sangat dalam.
Enggan beranjak
meninggalkan rindangnya pohon, dalam perjalanan yang berpadu bersama alam. Sore
ini kita berdua mengendarai sepeda jengki, berboncengan menuju rumah guru kami.
Begitu cepat rasanya mengayuh dengan tenang melalui jalanan yang sepi. Membuat
hati semakin berbinar mengamati sepanjang perjalanan.
Tak terasa selang
lima belas menit berlalu, telah sampai di tempat yang kita tuju. Menepi dekat
bangunan model lama namun tampak asri. Bangunan rumah bercat kuning tepi jalan
raya, tampak sejuk dan rindang. Berbagai tanaman indah tertata rapi, menghiasi
halaman mungil. Kami berdua langsung turun memarkir sepeda, di bawah pohon
mangga. Menyenderkan sepeda jengki, pada kursi panjang berbahan bambu.
Sambil mengamati
sekeliling rumah, dengan aroma bunga melati yang harum. Kami berdua menuju
pintu rumah untuk mengetuknya. Tok..tok..tok .. sudah tiga kali ketokan pintu,
belum ada tanda-tanda ada penghuni di dalam rumah muncul. “Bagaimana ini Anton
kita sudah mengetuk pintu ini namun ada jawaban?” tanya ku. “Begini saja kamu
tinggal di sini saja ya Andi! biar aku tak cari informasi pada tetangga sebelah
toko itu” bilang Andi. Dengan anggukan dan sambil menepuk bahu Anton
menandakakan aku setuju.
Sambil menunggu
Andi mencari informasi, aku mengamati rumah ini dengan seksama, “Bagus sekali
rumah ini tampak bersih dan rapi” gumanku dalam hati. Terheran-heran aku
padahal berada di pedesaan yang jauh dari kota bisa seperti ini, begitu
memandang pintu, terkejutlah aku pada sebuah saklar seperti tombol bel listrik
berada di samping atas pintu sebelah kiri. Iseng-iseng tak coba menekannya,
net... “loh kok berbunyi nyaring” bilangku. Ku coba lagi neeet...neeeet......
kembali bersuara nyaring.
Beberapa saat
kemudian ada yang muncul di dalam rumah membukakan pintu. “Mari masuk nak
Anton” Ibu Rani menyapa dengan ramah menyambut jabat tanganku. “Bersama siapa
nak Anton kemari, kok bisa tahu tempat tinggal ibu” kata ibu Rani dengan ramah
pula. “Kami kemari bersama Andi ibu, dia masih ke toko sebelah” terangku kepada
ibu Rani. Begitu selesai melepas berjabat tangan datanglah Andi memberikan
salam “Selamat siang ibu Rani”. Kami berdua di persilahkan masuk di ruangan
tamu yang berada di ruangan ujung samping kiri.
#OdopBatch7 #OneDayOnePost 1
7 komentar:
Andi sama aanton mau ngapain ya? Mau ngelamar anaknya Bu Rani kayaknya. Hahaa, spoiler aku.
semangat pak eko
penasaran nih hehhe
Mantul pak Eko...
Keren kak
Mantap pak eko
Keren sangat
Posting Komentar